Thursday, October 01, 2009

FACING THE GIANTS




Film mengajarkan saya “Apakah yang mustahil bila Tuhan beserta kita ”,dan ini membuat saya terinspirasi untuk senantiasa mengandalkan Tuhan every time…Tuhan mempersiapkan yang terbaik untuk kita semua....Ini sedikit sinopsisnya lebih seru lagi kalau ditonton ...

Film FACING THE GIANT bercerita tentang pengalaman seorang pelatih football sebuah SMU (High School). Selama 6 tahun melatih tim football-nya, tim asuhannya selalu gagal, belum sekalipun berhasil menjuarai pertandingan apapun. Kegagalan yang dialaminya makin disempurnakan oleh kenyataan yang dihadapinya dalam kehidupannya. Dia telah menikah beberapa tahun, namun belum bisa memiliki rumah yang layak, mobil yang layak bagi dia dan istrinya, serta tidak bisa memberikan keturunan bagi istrinya karena menurut diagnose dokter dia tidak subur oleh . Istrinya sangat menginginkan kehadiran bayi dalam pernikahan mereka. Berkali-kali istrinya melakukan chek-up kehamilan ke Rumah sakit, namun hasilnya selalu “negatif” dan mengecewakan. Para perawat di Rumah sakit yang sudah sangat mengenal istrinya sampai meledek istrinya itu karena obsesinya untuk segera memiliki anak. Bukan sampai di situ saja, suatu ketika sang pelatih harus mendengar dengan telinganya sendiri pembicaraan para pengurus Yayasan di sekolah tempatnya bekerja, bahwa dirinya akan diberhentikan sebagai pelatih karena dianggap selalu gagal membawa asuahannya untuk menjadi pemenang dalam setiap event olahraga.
Sang Pelatih menjadi sangat stress,, kecewa, frustrasi…. Hubungan dan komunikasinya dengan sang istri juga memburuk. Dia kemudian menghukum dan mempersalahkan dirinya sendiri atas semua kegagalan beruntun yang dihadapinya dalam hidupnya. Memang, sungguh sangat berat situasi yang dialami oleh pelatih football ini. Meski sebenarnya dia telah berjuang dan berusaha sebaik-baiknya dengan segala kemampuannya untuk melatih Timnya, namun hasilnya masih selalu jauh dari yang diharapkan bahkan lebih sering sangat mengecewakan hatinya…
Dalam rasa frustrasi yang dalam dia mengurung diri di rumah dan menghabiskan waktu dari hari-harinya dengan membaca dan membaca. Sering dia bahkan tidak bisa tidur atau terbangun tengah malam dan mulai membaca…., Sampai akhirnya tertidur kelelahan. Buku yang dibacanya adalah HOLLY BIBLE. Dari pembacaan Alkitab dia mengingat Tuhan, Allah yang ajaib, Gembala yang baik yang berkuasa…. Dia kemudian menemukan bahwa tujuan utama dalam hidup bukanlah target atau hasil yang bisa dicapai, tetapi bagaimana melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya – sebagai Ibadah kepada Tuhan. Paradigma dan pandangan hidupnya berubah drastis, bukan lagi ‘target oriented’ melainkan menjadi ‘process oriented’. Hari-harinya berubah. Dia menjadi lebih banyak berdoa dan berseru kepadaNYA. Dia menyerahkan segenap masalah dan pergumulannya dan mempertaruhkan hidupnya kepada Tuhan. Dan dengan Paradigma yang baru dia meminta agar pihak sekolah memberinya sekali lagi kesempatan melatih Tim. Pada awalnya pihak sekolah keberatan, namun akhirnya diputuskan untuk memberikan kesempatan terakhir.
Dan dengan paradigma yang baru pula sang pelatih melakukan pendekatan kepada tim asuhannya. Dia menjelaskan bahwa untuk segala hal yang utama bukan hasil, melainkan bagaimana cara yang dilakukan. Pada awalnya anggota Tim kebingungan, namun akhirnya mereka menikmati suasana latihan yang selalu diawali dengan doa. Mereka berlatih untuk menghadapi “TIM GIANT” yang sesuai dengan namanya terdiri dari orang yang besar-besar. Tim ini terkenal sangat tangguh dan sangat jarang terkalahkan. Melihat kesenjangan yang ada anggota Tim agak kecut. Tim football SMU ini melihat TIM GIANT – saingannya sebagai sesuatu yang menakutkan. Namun sang pelatih membangkitkan rasa percaya diri timnya dengan semboyan: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23).
Dengan prinsip inilah pada akhirnya Tim football sekolah berhasil mengalahkan Tim Giant, walau dengan pertandingan yang alot dan perjuangan yang keras. Salah seorang anggota Tim adalah putra pemimpin Yayasan Sekolah. Hubungannya dengan ayahnya sudah sejak lama tidak harmonis. Sang pelatih berhasil membantu memulihkan hubungan ayah-anak itu menjadi sangat harmonis – tentunya dengan paradigma yang berbeda – berdasarkan Firman Tuhan. Sebagai gantinya, dengan diam-diam pemimpin Yayasan Sekolah itu mengganti Mobil butut sang pelatih dengan mobil baru. Sementara itu istri sang pelatih yang untuk kesekian kalinya melakukan Chek-up kehamilan harus kecewa karena hasil test menyatakan dirinya belum hamil juga. Tepat di hari kemenangan Tim yang untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 6 tahun berhasil menjadi juara,,sang istri menerima konfirmasi dari pihak Rumah sakit bahwa hasil “negatif” test kehamilan yang diterimanya sebagai sebuah kesalahan karena tertukar dengan pasien lain. Ketabahan istri dan kedekatan sang pelatih kepada Tuhan mengubah jalan hidupnya. Kisah hidup pasangan dalam film berakhir bahagia: karirnya sebagai pelatih akhirnya berhasil, mereka memiliki mobil yang bagus, rumah yang layak dan akan segera menimang anak yang sangat didambakan.
Menilik judulnya: Facing The Giant (kupahami sebagai “menghadapi Raksasa”), aku berfikir berkali-kali. Dari mana munculnya istilah “raksasa”? Kosa kata Ibrani menyebutnya sebagai Nefilim (Kejadian 6,4; Bil 13,33) atau Rapa’ (2 Sam 21,16.18.20.22 ; 1 Taw 20,4.6.8; 2 Sam 19 Dalam Kitab Kejadian 6:4 disebutkan Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan. Kitab I Samuel 17 juga mengisahkan tentang Goliat, “raksasa” dengan tinggi 6 hasta sejengkal (1 hasta = 2 jengkal = 44,5 cm, 1 jengkal = 3 telapak tangan = 22,25cm; Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, YKBK/OMF hl 474; sehingga tinggi Goliat ± 290 cm). Wajar jika Goliat juga dikategorikan “Raksasa.
Kisah di atas bukan membahas manusia yang tinggi besar bagaikan raksasa, karena raksasa memang sudah tidak ada lagi di bumi ini – sehingga kita tidak perlu ketakutan bertemu dengan raksasa. Meski Alkitab melaporkan bahwa Daud pernah bertemu salah satu “raksasa kecil” yaitu si Goliat namun fisiknya tidak sebesar raksasa pada zaman sebelum Nuh (Kej 6:4). Kisah di atas mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini, kita mungkin pernah mengalami hal yang mirip dengan yang dialami oleh “sang pelatih football”, meski tidak harus dengan bentuk yang persis sama. Artinya, pernah mengalami masalah, bahkan masalah besar, beruntun dan bertubi-tubi. Kita sampai ketakutan dan menganggap masalah itu sebagai “raksasa”.
Dalam keadaan yang baik-baik saja, kita bisa menjadi raksasa dalam kehidupan kita di mana seakan-akan masalah dapat kita hadapi semua dengan kekuatan sendiri. Sayangnya lebih sering kita merasa diri kita kecil dan tidak berdaya menghadapi raksasa kehidupan yaitu berbagai masalah serta pergumulan hidup sehingga seakan-akan kita merasa berhadapan dengan raksasa dan kemustahilanlah yang terpikir bagi kita untuk menghadapi bahkan mengalahkannya.
Tetapi jangan kuatir, karena apabila kita mendapati diri kita kerdil serta dikelilingi oleh raksasa-raksasa kehidupan, itu tanda Tuhan akan menjadikan hal itu menjadi pelajaran bagi kita untuk bersandar dan percaya padaNya atau mendewasakan kita. Daud telah memberi contoh bahwa dengan kekuatan Allah tidak ada yang mustahil, dengan batu kecil dan ketapel saja dia bisa mengalahkan Goliat dengan nama Allah Israel.

Sunday, September 06, 2009

Mengapa Cincin Pernikahan Harus Ditaruh di jari manis

Mengapa Cincin Pernikahan Harus Ditaruh di Jari Manis??

Ikuti langkah berikut ini, Tuhan benar2 membuat keajaiban (ini berasal dari kutipan Cina)

1. Pertama, tunjukkan telapak tangan anda, jari tengah ditekuk ke dalam (lihat gambar)
2. Kemudian, 4 jari yang lain pertemukan ujungnya.
3. Permainan dimulai, 5 pasang jari tetapi hanya 1 pasang yang tidak terpisahkan…

4. Cobalah membuka ibu jari anda, ibu jari menwakili orang tua, ibu jari bisa dibuka karena semua manusia mengalami sakit dan mati. Dengan demikian orang tua kita akan meninggalkan kita suatu hari nanti.
5. Tutup kembali ibu jari anda, kemudian buka jari telunjuk anda, jari telunjuk mewakili kakak dan adik anda, mereke memiliki keluarga sendiri, sehingga mereka juga akan meninggalkan kita.
6. sekarang tutup kembali jari telunjuk anda, buka jari kelingking, yang mewakili anak2. cepat atau lambat anak2 juga akan meninggalkan kita.
7. selanjutnya, tutup jari kelingking anda, bukalah jari manis anda tempat dimana kita menaruh cincin perkawinan anda, anda akan heran karena jari tersebut tidak akan bisa dibuka. Karena jari manis mewakili suami dan istri, selama hidup anda dan pasangan anda akan terus melekat satu sama lain.

Real love will stick together ever and forever


Thumbs represent parents

Second fingers represent brothers & sisters

Centre fingers represent own self

Fourth fingers represent your partner

Last fingers represent your children

Tony Melendez

“Tony, kau memberikan harapan bagi kami semua, aku berharap kau terus memberi harapan bagi semua orang,”—Paus Yohanes Paulus II

Ulurkan tangan, sentuh sepatu orang dan tariklah…

Ulurkan tangan, sentuh telinga orang dan tariklah…

Ulurkan tangan, sentuh pundak orang dan pijatlah…

Ulurkan tangan, sentuh pipi orang dan berikan ciuman hangat…

Ulurkan tangan dan sentuhlah tangan orang lain….

Ulurkan tangan, leher orang dan cekiklah…

Jadikan dunia ini tempat yang lebih baik jika kaubisa.

Itulah lirik lagu yang diciptakan dan dinyanyikan Tony Melendez di gereja saat dirinya memberi kesaksian. Petikan gitar dan suaranya menyatu ‘menghipnotis’ yang melihatnya. Membuat terpana. Dia minta semua orang yang hadir melakukan seperti yang dinyanyikan. Hampir semua orang mengikuti apa yang dinyanyikan Tony, menyentuh telinga dan menariknya, menyentuh pundak dan memijatnya, menyentuh pipi dan menciumnya. Semua tertawa. Melepas tawa tanpa beban. Maklumlah permintaan Tony dalam lagunya itu sangat mudah dilakukan dan kedengaran lucu. “Kalian lihat, betapa mudahnya bagiku memengaruhi kalian berbuat buruk, mencekik orang bahkan di gereja?“ kata Tony disambut tawa. Saat Tony memberi komentar pada bait lagunya, tak seorang pun membiarkan matanya lengah. Semua menatap Tony Melendez, takjub!

Tony bisa mencipta dan menyanyi lagu di atas tapi ia tak dapat melakukan seperti lirik lagu itu. Ia tak dapat mengulurkan tangannya karena Tony terlahir tanpa lengan, tanpa tangan. Ia memetik gitarnya dengan kedua kakinya, posisi gitar tak seperti biasa, tapi “dikendalikan” dengan kaki. Kedua kakinya telah berfungsi seperti kedua tangannya. Nyaris sempurna. Kaki kiri lincah berpindah-pindah grip, kaki kanannya memetik senar gitar, kadang lembut, kadang menghentak mengiringi lagu yang dinyanyikan dengan hati, perasaan, dan penuh ekspresi.

Anda adalah mukjizat-Nya

“Di hari kelahiranku, ibuku tak sadar kalau aku tak punya tangan. Saudara-saudaraku segera menjauhkanku dari ibuku. Dokter yang menangani adalah adik nenekku. Saat itu aku diperlihatkan pada ibuku dengan masih tetap diselimuti tapi ibuku tak boleh lama-lama memelukku. Sampai akhirnya ibu memaksa. ‘Berikan putraku, aku ingin melihatnya, ada apa? Ada apa?’ suara ibu setengah berteriak. Mereka membawaku ke kamar dalam keadaan masih terbungkus selimut. Dan untuk pertama kalinya ibu melihatku, tanpa tangan,” kisah Tony

“Apa yang terjadi? Air mata mengalir dari matanya. Saat itu, nenekku masuk ke kamar memegang dan mengguncang pundak ibuku, ‘Ini putramu. Kasihi dan ajari dia. Biarkan ia tumbuh dewasa,”’ kenang Tony penuh haru. Ketika Tony mulai tumbuh besar, ibunya mengatakan kalimat sederhana namun penuh makna, “Tuhan menciptakanmu seperti ini, kau harus menerimanya.” Tony sadar betul, ia memang berbeda. Tak punya tangan, jari dan lengan.

Penyebab kecacatan Tony adalah obat polithemaid, pereda mual yang diminum ibunya saat sedang mengandung. Mereka tak tahu kalau obat ini akan berdampak buruk.

Dari keadaan yang dialaminya terciptalah lagu berjudul You Are His Miracle.

Diperlakukan seperti orang normal

Meski terlahir tak sempurna, kedua orangtua Tony memperlakukannya seperti anak yang lain. “Kulakukan semua dengan kakiku. Aku bisa menulis, memegang pisau dan memotong tomat. Ayahku biasanya bilang, ‘Biarkan Tony melakukannya saat ibu ingin membantuku,”’ jelas Tony yang memoles bakat musiknya di gereja dan sebuah SMA di Chino, 64 km di timur Los Angeles.

Saat Tony masih sangat kecil, ayahnya, kelahiran El Savador, kerap menyuruhnya menyanyi dan menari dengan diiringi gitar sang ayah. Nampaknya di situlah ketertarikan Tony terhadap gitar mulai muncul. “Latihan musikku adalah melihat ayah main gitar gaya klasik Spanyol. Aku lalu berlatih. Umur 16 tahun akhirnya aku bisa main gitar, ayah pun bangga,”’ aku Tony.

Dua saudaranya, Jose dan Mary, mengakui Tony sangat mandiri, seperti orang normal. Ia tak banyak butuh bantuan kecuali hal yang sangat memerlukan ‘tangan orang lain’ seperti mengancingkan baju atau menutup retsluiteng.

Keluarga Tony tiba di Los Angeles 1963 setelah menempuh perjalanan bermobil dari Nikaragua, negara asal ibu Tony. Mereka mengurus perawatan medis bagi Tony di RS Ortopedi, LA, karena Tony tak bisa jalan.

Hari istimewa dan bersejarah

Ketika Paus Yohanes Paulus II datang ke Amerika Serikat 1987, panitia memperkenalkan Tony pada Paus, “Sri Paus, kami punya persembahan spesial untuk Anda. Persembahan kami melambangkan keberanian, motivasi dirinya dan dukungan keluarganya, persembahan kami adalah musik dan penampilan yang mengatakan ‘Saat Bernyanyi Aku Mendengar Tuhan’. Sri Paus, dengan bangga kami mempersembahkan Tony Melendez.”

Paus terpana ketika melihat Tony menyanyi dan memainkan gitar dengan kakinya. Pemimpin umat Katolik sejagad itu pun melompat, bergegas mendekatinya, merengkuh kepala Tony dan mencium pipinya. Ribuan tepuk tangan yang riuh rendah dan tatapan mata telah menjadi kenangan tersendiri bagi Tony.

Tony tak akan melupakan cara Paus memandangnya dan mengatakan, “Tony kau sungguh pemuda pemberani, kau memberikan harapan bagi kami semua. Aku berharap kau terus memberi harapan bagi semua orang.”

Menjadi suami, menjadi ayah

Tak terbayang oleh Tony, ia menikah dengan seorang wanita yang amat mencintai dan menghormatinya, Lynn. Ketika janji nikah diucapkan, mata Tony berkaca-kaca. Ia menatap dalam-dalam mata Lynn. Karena tanpa tangan, Lynn memakaikan kalung di leher Tony dengan ‘liontin’ cincin pernikahan. Mereka sepakat menjadi satu dalam berkat Allah.

Satu setengah tahun menikah, mereka belum juga dikaruniai anak. Mereka pergi ke rumah yatim piatu di El Savador. “Banyak perjuangan, kepedihan dan tangisan dan juga memeriksakan diri, kami melihat apakah ada anak yang terabaikan. Satu tahun kemudian kami mengadopsi Marissa,” tutur Tony. Menjadi ayah sangat menyenangkan, tambah Tony.

Meski Tony tak dapat memeluk Marissa, ia dapat mengungkapkan kasih seorang ayah terhadap anaknya. Ia masih bisa menggendongnya! Marisa pun seolah mengerti betul keadaan Tony, dengan tangan mungilnya ia bergelayut di punggung ayahnya. Setahun setelah konser, Tony dan Lynn mengadopsi anak kedua, Andreas dari Nikaragua.

Sejak pertemuan pentingnya dengan Paus, Tony berkelililing dunia, memberi harapan pada banyak orang. Ia tampil di berbagai acara TV di Amerika, termasuk Good Morning America. Tony memang pantas mendapat penghargaan Inspirational Hero Award dari NFL Alumni Association di Miami dan Branson untuk kategori Best New Artist 1999. Ia misionaris yang mewartakan dengan musik di kakinya memberi pengharapan.

Ulurkan tangan, sentuh dengan tanganmu….Jadikan dunia ini tempat yang lebih baik…

-kep Sept 2009 - Puri Asih Gadog